Sejarah
Musik dikenal sejak kehadiran manusia modern Homo sapiens yakni sekitar 180.000
hingga 100.000 tahun yang lalu. Tidak ada yang tahu kapan manusia mula mengenal
seni dan musik. Dari penemuan arkeologi pada lokasi-lokasi seperti pada
benua Afrika, sekitar 180.000 tahun hingga 100.000
tahun lalu telah ada perubahan evolusi pada otak manusia.
Dengan otak yang lebih pintar dari hewan, manusia merancang pemburuan yang
lebih terarah sehingga bisa memburu hewan yang besar. Dengan kemampuan otak
seperti ini, manusia bisa berpikir lebih jauh hingga di luar nalar dan
menggunakan imajinasi dan
spiritual. Bahasa untuk berkomunikasi telah
terbentuk di antara manusia. Dari bahasa dan ucapan sederhana untuk tanda
bahaya dan memberikan nama-nama hewan, perlahan-lahan beberapa kosakata muncul
untuk menamakan benda dan memberikan nama panggilan untuk seseorang.
Dalam kehidupan yang berpindah-pindah, manusia purba mungkin mendapat
inspirasi untuk mengambil tulang kaki kering
hewan buruan yang menjadi makanannya dan kemudian meniupnya dan
mengeluarkan bunyi. Ada juga yang mendapat inspirasi ketika
memperhatikan alam dengan meniup rongga kayu atau bambu yang
mengeluarkan bunyi. Kayu dibentuk lubang tiup dan menjadi suling purba.
Manusia menyatakan perasaan takut dan gembira dengan menggunakan
suara-suara. Bermain-main dengan suara menciptakan lagu, hymne, atau syair
nyanyian kecil yang diinspirasikan oleh kicauan burung. Kayu-kayu dan batuan
keras dipukul untuk mengeluarkan bunyi dan irama yang mengasyikkan. Mungkin
secara tidak sengaja manusia telah mengetuk batang pohon yang berongga di
dalamnya dengan batang kayu yang mengeluarkan bunyi yang keras. Kulit binatang
yang digunakan sebagai pakaian diletakkan sebagai penutup rongga kayu yang
besar sehingga terciptalah sebuah gendang.
Pra Sejarah
Teori pra sejarah musik hanya didasarkan pada temuan situs arkeologi
paleolitik. Seruling merupakan alat musik yang banyak ditumakan pada zaman pra
sejarah, yang salah satunya berbentuk seperti shakuhachi yang
berasal dari Jepang. Ada seruling Divje
Babe yang terbuat dari tulang paha beruang gua, yang
diperkirakan sudah digunakan sekitar 40.000 tahun yang lalu. Berbagai jenis
seruling dan alat musik yang terbuat dawai atau senar telah ada sejak
zaman Peradaban
Lembah Sungai Indus, India, yang memiliki salah satu tradisi musik
tertua di dunia yang berasal dari kitab Weda.
Penemuan terbesar dan tertua dari alat musik pra sejarah berlokasi di Cina,
yang bisa dilacak balik ke antara 7000 dan 6600 SM. Lagu-lagu Hurri adalah kumpulan musik
tertulis dalam tulisan kuno yang digali dari Hurrian di kota Ugarit yang
diperkirakan telah ada sekitar 1400 SM.
Terapi Musik
Terapi musik adalah proses interpersonal
yang menggunakan musik untuk terapi aspek-fisik, emosional,
mental, sosial, estetika, dan spiritual untuk membantu pasien dalam
meningkatkan atau mempertahankan kesehatan mereka. Dalam beberapa kasus,
kebutuhan pasien ditangani langsung melalui musik; di kesempatan lain melalui
hubungan yang berkembang di antara pasien dan terapis. Terapi musik digunakan
untuk individu dari segala usia dan dengan berbagai kondisi, termasuk untuk
gangguan kejiwaan, masalah medis, cacat fisik, gangguan
sensorik, cacat perkembangan, penyalahgunaan zat, gangguan komunikasi, masalah
interpersonal, dan untuk orang-orang yang berada dalam proses penuaan. Terapi
juga digunakan untuk meningkatkan konsentrasi belajar, meningkatkan harga diri,
mengurangi stres, mendukung latihan fisik, dan
memfasilitasi sejumlah aktivitas lainnya yang berhubungan dengan kesehatan.
Salah satu catatan paling awal yang menyebutkan terapi musik berlokasi di
(c. 872-950) Al-Farabi. Makna risalah dari Akal menggambarkan efek terapi musik
di jiwa.[2] Musik telah lama digunakan
untuk membantu orang dalam mengatasi masalah emosi mereka. Pada abad ke-17,
sarjana Robert Burton dalam The Anatomy of
Melancholy berpendapat bahwa musik dan tari sangat
penting dalam mengobati penyakit mental, terutama melankoli.[3] Dalam
catatannya disebutkan, musik memiliki "kekuatan yang sangat besar ...
untuk mengusir penyakit" dan menyebutnya sebagai "obat sangat ampuh
dalam melawan keputusasaan dan melankolis." Burton menunjukkan bahwa pada
zaman purbakala,
Canus, pemain biola Rhodian, menggunakan musik untuk
"membuat seorang pria melankolis bergembira, ... kekasih lebih terpikat,
seorang yang religius lebih saleh."[4][5] [6]Pada
bulan November 2006, Dr Michael J. Crawford[7] dan
koleganya juga menemukan bahwa terapi musik membantu pasien skizofrenia.[8] Dalam
Kekaisaran Utsmaniyah, penyakit
mental diobati dengan musik.[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar